Memuliakan Guru,
Dulu, Kini dan Akan Datang
Oleh: Muhammad Yani, S. Pd.I, M. Ag
Terpujilah wahai engkau ibu
bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S’bagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam
kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jaasa.
(Hymne Guru)
Hymne
Guru di atas sudah sangat familiar dalam dunia pendidikan, khususnya bagi siswa
dan guru (karena guru sekarang juga siswa masa lalu) baik di lembaga madrasah
maupun sekolah, mulai dari jenjang TK/RA, SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/MK, bahkan
menjadi lagu wajib yang dinyanyikan setiap setahun sekali dalam kegiatan
peringatan hari guru nasional (HGN) ataupun hari ulang tahun Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) serta pada saat perpisahan siswa kelas akhir di
lembaga pendidikan. Hymne guru ini seakan-akan menjadi renungan suci yang
dilantunkan dengan khidmat baik oleh seluruh peserta (siswa dan guru serta
pengambil kebijakan pendidikan) maupun undangan (orangtua dan masyarakat).
Namun dalam kenyataannya masih belum terpatri dalam jiwa sebagaimana subtansi
dari kalimat-kalimat yang mendalam dan penuh makna dari hymne guru tersebut
dalam memuliakan guru.
Membalas kebaikan guru merupakan suatu
kewajiban bagi siswa. Sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt dalam salah satu
firman-Nya, “Dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. al-Qashash
[22]: 77). Seorang siswa harus menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang
diajarkan guru merupakan pahala yang tak pernah putus di sisi Allah Swt. Ia
akan terus mengalir kepada guru selama ilmu tersebut terus diajarkan dan diamalkan. Karena guru bagaikan pelita dalam
kehidupandan embun dalam kehausan, maka memuliakan guru telah dilakukan oleh
siswa dan masyarakat sejak zaman dulu, sekarang dan perlu dipertahankan untuk
masa yang akan datang. Namun dalam kenyataannya
akhir-akhir ini banyak siswa dan masyarakat sudah mulai melupakan jasa
guru, bahkan kurang memuliakannya.
Memuliakan Guru
Pada Masa Lalu
Bahwa
dalam literatur sejarah sering diceritakan tentang mereka yang sukses memiliki
segudang ilmu pengetahuan, umumnya karena memuliakan guru. Antara lain
sebagaimana kisah terkenalnya Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia
mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya. Aku
mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat (melayani) guruku, ujar
sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar
biasa. Gurunya adalah Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak
seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasak makanan untuk gurunya selama 30
tahun dengan penuh kerelaan tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya.
Begitulah
cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya.
Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati
ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu, itulah guru. Tanpa
pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh siswa. Ali Bin Abi
Thalib ra. juga pernah menuturkan bahwa
siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi
budaknya. Apabila kita lihat di Aceh posisi memuliakan guru masih kalah
dengan keberadaan teungku, ustaz walaupun sama-sama sebagai guru, namun bedanya
status keberadaanya antara lembaga formal dan non formal serta eksistensi
sebagai yang digugu dan ditiru juga perlu diperbaiki kembali. Tidak berlebihan, jika seorang Kahlil
Gibran terketuk untuk memberi pesan dan memuliakan profesi guru dengan sebuah
puisi untuk kemuliaan.
Barang siapa mau
menjadi guru,
Biarkan dia memulai
mengajar dirinya sendiri,
Sebelum mengajar
orang lain,
Dan biarkan dia
mengajar dengan teladan,
Sebelum mengajar
dengan kata-kata.
Sebab mereka yang
mengajar dirinya sendiri,
Dengan
memperbetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri,
Lebih berhak atas
penghormatan dan kemuliaan,
Daripada mereka
yang hanya mengajar orang lain,
Dan memperbetulkan
perbuatan-perbuatan orang lain.
Jadi, semangatlah
terus para guru,
Jangan menyerah dan
teruslah belajar,
Ajari kami dengan
ilmu-ilmumu,
Sehingga kami
menjadi orang-orang yang akan membanggakanmu.
(Kahlil Gibran)
Seorang guru tidak boleh berhenti belajar karena ilmu berkembang dengan
sangat cepat mendahului zamannya. Selain harus mengajar dengan cara yang baik
dan menyenangkan, guru juga harus menjadi pembelajar yang baik. Guru
yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki kepribadian
penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras,
serta berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada
buku teks atau kurikulum semata-mata, tetapi pada siswa! Mereka sangat
menyadari beragamnya cara siswa belajar, perbedaan antar siswa dan pentingnya
metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar.
Memuliakan Guru Sekarang,
Hingga Masa Akan Datang
Di pihak lain, para
guru harus sadar dan teguhkan diri sebagai pembentuk masa depan bangsa, negara
dan agama. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen yang diamanatkan bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
yang strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan dan karenanya
perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat serta mempunyai kompetensi.
Sehingga pada pasal
28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus
dimiliki guru sebagai agen pembelajaran, yaitu pedagogik, personal,
professional dan kompetensi sosial. Sehingga wajib hukumnya menjadi guru yang inspiratif, menghargai
diri sebagai profesi guru, berusaha untuk menjadi guru yang dicintai semua anak
didiknya. Guru yang tegas, namun bukan keras atau kejam.
Selaku Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan menyampaikan bahwa guru harus menunjukkan identitas diri yang
sesungguhnya, yakni 1) Guru diwajibkan memiliki integritas untuk menghantarkan
peserta didik sebagai generasi pembelajar. Jiwa pembelajar terbentuk ketika
siswa menerima pelajaran tanpa perasaan terpaksa.
Menjadikan siswa sebagai generasi pembelajar, dengan perasaan senang datang ke
sekolah dan pulang dari sekolah; 2) Guru
harus mampu “merevolusi mental”
(Istilahnya Bapak Joko Widodo Presiden RI sekarang, pada masa kampaye
capres) siswa menjadi peduli sebagai bagian dari lingkungan; dan 3) Guru
dituntut dapat membangkitkan kesadaran siswa sebagai warga negara
Indonesia.
Sebagaimana
telah dilakukan orang-orang terdahulu dalam memuliakan guru yang ikhlas dan
rela mendengar dan mematuhi guru agar memperoleh ilmu dengan berkah dan lama
membekas dalam jiwa, maka untuk saat sekarang diharapkan kepada siswa dapat
memuliakan guru dengan penuh kesadaran dan ikhlas mengikuti kebenaran yang
disampaikannya, fokus dan serius dalam mengikuti pengajaran, berbicara dengan
lemah lembut dan bersikap sopan santun, serta ikut mendo’akan guru selalu dalam
keadaan sehat, agar diberikan kekuatan oleh Allah Swt untuk dapat melaksanakan
tugasnya.
Anies
Baswedan mengingatkan kembali
bahwa bangsa ini menitipkan anak-anaknya kepada guru, sebaliknya kita sebangsa
harus hormati dan lindungi guru dari impitan masalah. menjadi guru bukanlah
pengorbanan, melainkan kehormatan. Guru dapat kehormatan mewakili kita semua
untuk melunasi salah satu janji kemerdekaan republik ini yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Oleh
karena itu, semua komponen bangsa hendaknya selalu bangga dan hormat pada guru.
Gerakan yang diusung Menteri Pendidikan Nasional, Anies
Baswedan, yakni Gerakan Memuliakan Guru pada peringatan hari Guru tahun 2014,
agar punya makna baru dalam pendidikan Indonesia, bukan sekedar seremonial
tanpa makna. Hendaknya mulai
dibangun kesadaran yang mendalam bahwa soal guru adalah soal masa depan bangsa.
Di ruang kelasnya ada wajah masa depan Bangsa Indonesia. Gurulah kelompok yang
paling awal tahu potret masa depan dan gurulah yang bisa membentuk potret masa
depan bangsa Indonesia. Cara sebuah bangsa memperlakukan gurunya adalah cermin
cara bangsa memperlakukan masa depannya.
Akhirnya, kita berdo’a agar kualitas pendidikan di negeri ini
semakin baik. Tentu saja salah satunya adalah dengan memuliakan guru sekarang
hingga masa yang akan datang. Semua guru baik, karena Guru yang baik adalah
guru yang kita muliakan.
*Penulis
adalah Sekretaris Umum DPW AGPAII Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar