PEUGAH YANG NA,. PEUBUET LAGEI NA,. PEUTROEK ATA NA,. BEKNA HABA PEUSUNA,. BEUNA TAINGAT WATEI NA,.

Minggu, 22 Maret 2015

Memuliakan Guru

Memuliakan Guru, Dulu, Kini dan Akan Datang
Oleh: Muhammad Yani, S. Pd.I, M. Ag

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
S’bagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu


Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jaasa.
(Hymne Guru)


            Hymne Guru di atas sudah sangat familiar dalam dunia pendidikan, khususnya bagi siswa dan guru (karena guru sekarang juga siswa masa lalu) baik di lembaga madrasah maupun sekolah, mulai dari jenjang TK/RA, SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/MK, bahkan menjadi lagu wajib yang dinyanyikan setiap setahun sekali dalam kegiatan peringatan hari guru nasional (HGN) ataupun hari ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) serta pada saat perpisahan siswa kelas akhir di lembaga pendidikan. Hymne guru ini seakan-akan menjadi renungan suci yang dilantunkan dengan khidmat baik oleh seluruh peserta (siswa dan guru serta pengambil kebijakan pendidikan) maupun undangan (orangtua dan masyarakat). Namun dalam kenyataannya masih belum terpatri dalam jiwa sebagaimana subtansi dari kalimat-kalimat yang mendalam dan penuh makna dari hymne guru tersebut dalam memuliakan guru.
            Membalas kebaikan guru merupakan suatu kewajiban bagi siswa. Sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt dalam salah satu firman-Nya, “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. al-Qashash [22]: 77). Seorang siswa harus menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang diajarkan guru merupakan pahala yang tak pernah putus di sisi Allah Swt. Ia akan terus mengalir kepada guru selama ilmu tersebut terus diajarkan dan diamalkan. Karena guru bagaikan pelita dalam kehidupandan embun dalam kehausan, maka memuliakan guru telah dilakukan oleh siswa dan masyarakat sejak zaman dulu, sekarang dan perlu dipertahankan untuk masa yang akan datang. Namun dalam kenyataannya  akhir-akhir ini banyak siswa dan masyarakat sudah mulai melupakan jasa guru, bahkan kurang memuliakannya.

Memuliakan Guru Pada Masa Lalu
            Bahwa dalam literatur sejarah sering diceritakan tentang mereka yang sukses memiliki segudang ilmu pengetahuan, umumnya karena memuliakan guru. Antara lain sebagaimana kisah terkenalnya Fakhruddin al-Arsabandi. Dalam ketenarannya, ia mengungkap sebuah rahasia atas rahmat Allah yang luar biasa didapatkannya.  Aku mendapatkan kedudukan yang mulia ini karena berkhidmat (melayani) guruku, ujar sang Imam. Ia menuturkan, khidmat yang dia berikan kepada gurunya sungguh luar biasa. Gurunya adalah Imam Abu Zaid ad-Dabbusi benar-benar dilayaninya bak seorang budak kepada majikan. Ia pernah memasak makanan untuk gurunya selama 30 tahun dengan penuh kerelaan tanpa sedikit pun mencicipi makanan yang disajikannya.
Begitulah cara orang-orang terdahulu mendapatkan keberkahan ilmu dari memuliakan gurunya. Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang menjadi sumber ilmu. Menghormati ilmu berarti harus menghormati pula orang yang memberi ilmu, itulah guru. Tanpa pengajaran guru, ilmu tak akan pernah bisa didapatkan oleh siswa. Ali Bin Abi Thalib ra. juga pernah menuturkan bahwa siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya. Apabila kita lihat di Aceh posisi memuliakan guru masih kalah dengan keberadaan teungku, ustaz walaupun sama-sama sebagai guru, namun bedanya status keberadaanya antara lembaga formal dan non formal serta eksistensi sebagai yang digugu dan ditiru juga perlu diperbaiki kembali. Tidak berlebihan, jika seorang Kahlil Gibran terketuk untuk memberi pesan dan memuliakan profesi guru dengan sebuah puisi untuk kemuliaan.
Barang siapa mau menjadi guru,
Biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri,
Sebelum mengajar orang lain,

Dan biarkan dia mengajar dengan teladan,
Sebelum mengajar dengan kata-kata.
Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri,

Dengan memperbetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri,
Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan,
Daripada mereka yang hanya mengajar orang lain,
Dan memperbetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.

Jadi, semangatlah terus para guru,
Jangan menyerah dan teruslah belajar,
Ajari kami dengan ilmu-ilmumu,
Sehingga kami menjadi orang-orang yang akan membanggakanmu.
(Kahlil Gibran)
Seorang guru tidak boleh berhenti belajar karena ilmu berkembang dengan sangat cepat mendahului zamannya. Selain harus mengajar dengan cara yang baik dan menyenangkan, guru juga harus menjadi pembelajar yang baik. Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras, serta berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum semata-mata, tetapi pada siswa! Mereka sangat menyadari beragamnya cara siswa belajar, perbedaan antar siswa dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar.

Memuliakan Guru Sekarang, Hingga Masa Akan Datang
Di pihak lain, para guru harus sadar dan teguhkan diri sebagai pembentuk masa depan bangsa, negara dan agama. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang diamanatkan bahwa guru mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang strategis dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan dan karenanya perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat serta mempunyai kompetensi. Sehingga pada pasal 28 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara tegas dinyatakan bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai agen pembelajaran, yaitu pedagogik, personal, professional dan kompetensi sosial. Sehingga wajib hukumnya menjadi guru yang inspiratif, menghargai diri sebagai profesi guru, berusaha untuk menjadi guru yang dicintai semua anak didiknya. Guru yang tegas, namun bukan keras atau kejam.
Selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan menyampaikan bahwa guru harus menunjukkan identitas diri yang sesungguhnya, yakni 1) Guru diwajibkan memiliki integritas untuk menghantarkan peserta didik sebagai generasi pembelajar. Jiwa pembelajar terbentuk ketika siswa menerima pelajaran tanpa perasaan terpaksa. Menjadikan siswa sebagai generasi pembelajar, dengan perasaan senang datang ke sekolah dan pulang  dari sekolah; 2) Guru harus mampu “merevolusi mental”  (Istilahnya Bapak Joko Widodo Presiden RI sekarang, pada masa kampaye capres) siswa menjadi peduli sebagai bagian dari lingkungan; dan 3) Guru dituntut dapat membangkitkan kesadaran siswa sebagai warga negara Indonesia. 
Sebagaimana telah dilakukan orang-orang terdahulu dalam memuliakan guru yang ikhlas dan rela mendengar dan mematuhi guru agar memperoleh ilmu dengan berkah dan lama membekas dalam jiwa, maka untuk saat sekarang diharapkan kepada siswa dapat memuliakan guru dengan penuh kesadaran dan ikhlas mengikuti kebenaran yang disampaikannya, fokus dan serius dalam mengikuti pengajaran, berbicara dengan lemah lembut dan bersikap sopan santun, serta ikut mendo’akan guru selalu dalam keadaan sehat, agar diberikan kekuatan oleh Allah Swt untuk dapat melaksanakan tugasnya.
Anies Baswedan mengingatkan kembali bahwa bangsa ini menitipkan anak-anaknya kepada guru, sebaliknya kita sebangsa harus hormati dan lindungi guru dari impitan masalah. menjadi guru bukanlah pengorbanan, melainkan kehormatan. Guru dapat kehormatan mewakili kita semua untuk melunasi salah satu janji kemerdekaan republik ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, semua komponen bangsa hendaknya selalu bangga dan hormat pada guru.
Gerakan yang diusung Menteri Pendidikan Nasional, Anies Baswedan, yakni Gerakan Memuliakan Guru pada peringatan hari Guru tahun 2014, agar punya makna baru dalam pendidikan Indonesia, bukan sekedar seremonial tanpa makna. Hendaknya mulai dibangun kesadaran yang mendalam bahwa soal guru adalah soal masa depan bangsa. Di ruang kelasnya ada wajah masa depan Bangsa Indonesia. Gurulah kelompok yang paling awal tahu potret masa depan dan gurulah yang bisa membentuk potret masa depan bangsa Indonesia. Cara sebuah bangsa memperlakukan gurunya adalah cermin cara bangsa memperlakukan masa depannya.
Akhirnya, kita berdo’a agar kualitas pendidikan di negeri ini semakin baik. Tentu saja salah satunya adalah dengan memuliakan guru sekarang hingga masa yang akan datang. Semua guru baik, karena Guru yang baik adalah guru yang kita muliakan.


*Penulis adalah Sekretaris Umum DPW AGPAII Aceh

Tidak ada komentar:

Read more: http://www.bloggerafif.com/2011/03/membuat-recent-comment-pada-blog.html#ixzz1M3tmAphZ